Tak Ada Yang Sia-Sia Kok
Yap, hari ini aku mengobrol dengan seorang sahabat yang aku yakin ia benar-benar lagi suntuk berat. Ia bercerita kalau ia hari itu tidak bisa berhenti menangis padahal ia sangat jarang menangis. Ia teringat ayahnya yang sudah meninggal beberapa tahun lalu.
Ia mengatakan kalau ia tidak pernah sekalipun menangis di depan keluarganya, bahkan tidak pernah bilang 'kangen ayah' di depan keluarga yang lainnya. Tapi setiap ia sendiri, ia meneteskan air mata, ia sadar sebenarnya ia rapuh. Ia benci menjadi anak tunggal, anak yang selalu jadi tumpuan, tidak dididik untuk manja (mungkin berbeda dg tipe anak tunggal yang biasanya dimanja).
Aku menyuruhnya bercerita, karena aku yakin dengan ia menceritakan kepenatannya, agak sedikit berkurang suntuknya. Ia bilang ia ingin suatu kenyamanan bukan kepura-puraan tegar yang selalu ia tampakkan di depan keluarganya. Ia pikir ia sudah terlalu letih. Ya, terdengar menyedihkan. Tapi aku rasa ia wanita hebat. Aku yakin kepenatan itu sudah terlalu menumpuk, ia biarkan sekitarnya bahagia tanpa menampakkan kesedihannya
Aku mengajak dia memutar perspektifnya bagaimana sebenarnya kebahagiaan itu selalu ada di balik pengorbanannya selama ini. Dia terdiam dan berpikir. Aku tahu ini butuh proses, bagaimana seorang manusia mengubah setting pandangannya mengenai sesuatu.
Yang kutahu, sahabatku satu ini mengajarkanku sesuatu,
"Jangan pernah menyia-nyiakan orang-orang tercintamu, selagi ada waktu, selagi kamu mampu"
:)) ♥
Ia mengatakan kalau ia tidak pernah sekalipun menangis di depan keluarganya, bahkan tidak pernah bilang 'kangen ayah' di depan keluarga yang lainnya. Tapi setiap ia sendiri, ia meneteskan air mata, ia sadar sebenarnya ia rapuh. Ia benci menjadi anak tunggal, anak yang selalu jadi tumpuan, tidak dididik untuk manja (mungkin berbeda dg tipe anak tunggal yang biasanya dimanja).
Aku menyuruhnya bercerita, karena aku yakin dengan ia menceritakan kepenatannya, agak sedikit berkurang suntuknya. Ia bilang ia ingin suatu kenyamanan bukan kepura-puraan tegar yang selalu ia tampakkan di depan keluarganya. Ia pikir ia sudah terlalu letih. Ya, terdengar menyedihkan. Tapi aku rasa ia wanita hebat. Aku yakin kepenatan itu sudah terlalu menumpuk, ia biarkan sekitarnya bahagia tanpa menampakkan kesedihannya
Aku mengajak dia memutar perspektifnya bagaimana sebenarnya kebahagiaan itu selalu ada di balik pengorbanannya selama ini. Dia terdiam dan berpikir. Aku tahu ini butuh proses, bagaimana seorang manusia mengubah setting pandangannya mengenai sesuatu.
Yang kutahu, sahabatku satu ini mengajarkanku sesuatu,
"Jangan pernah menyia-nyiakan orang-orang tercintamu, selagi ada waktu, selagi kamu mampu"
:)) ♥
tapi gimana kalo kita disia-siakan oleh orang yang kita sayangi?
BalasHapusyakin po kalau kamu benar ikhlas memberi rasa sayangmu padanya/mereka, balasannya akan berbalik ke kamu, mungkin dalam bentuk lain, tapi jauh lebih indah :))
BalasHapusMungkin itu yang disebut karma positif, Tuhan Maha Adil :)
super sekali nona dyah resti kurniasari :)
BalasHapusAku tau. Aku tauuuu
BalasHapusTapi aku kok gak diceritain :'(