Tidak Boleh Mengajarkan Calistung pada Anak? Gosip atau Fakta?

Kali ini saya akan membahas mengenai bagaimana Transisi PAUD ke SD yang dialami Nara. Apakah Nara sudah bisa calistung sebelum masuk SD? Jawabannya sudah namun saya ajarkan sendiri tidak melalui bimbel. Apakah teman Nara ada yang belum bisa calistung? Jawabannya ada! Namun ternyata hal tersebut tidak menjadi persyaratan untuk bisa diterima di sekolah dasar. Semua anak bisa masuk SD tanpa tes kemampuan calistung.

Tahun ajaran ini menjadi awal dari program Transisi PAUD ke SD yang Menyenangkan yang diluncurkan oleh Kemendikbudristek. Silahkan disimak! ❤️




Transisi PAUD SD merupakan program prioritas Kementerian yang menyelaraskan pembelajaran di PAUD dan SD sehingga peserta didik PAUD dapat dengan mudah menyesuaikan diri saat berpindah menjadi peserta didik SD serta peserta didik SD yang tidak pernah mengikuti PAUD tetap dapat terpenuhi haknya untuk mendapatkan pembinaan kemampuan fondasi.

Artinya transisi PAUD SD merupakan gerakan bersama agar setiap anak terpenuhi haknya untuk mendapatkan kemampuan fondasi dari manapun titik berangkatnya.

Membangun kemampuan fondasi merupakan bentuk pengenalan pertama anak terhadap nilai-nilai baik yang dimiliki dan tertuang dalam Profil Pelajar Pancasila.

Namun mengingat PAUD belum wajib belajar dan setiap anak berhak mendapatkan pembinaan kemampuan fondasi, maka kemampuan fondasi perlu dan dapat terus dibangun secara berkelanjutan hingga SD kelas awal.

Kemampuan fondasi ini dapat dibina menggunakan struktur kurikulum PAUD maupun SD, sehingga secara sistemik menjadi bagian dari pembelajaran dan pembiasaan di satuan PAUD maupun SD.

Mengapa kita perlu menyelaraskan pembelajaran PAUD SD?
Karena ada dua isu di lapangan yang terus mengakibatkan miskonsepsi praktek pembelajaran yang merugikan bagi anak usia dini.

Pertama, kemampuan fondasi hanya dimaknai sempit sebagai calistung.
Padahal yang perlu dimiliki setiap anak adalah kemampuan fondasi yang holistik atau menyeluruh. Kemampuan yang juga membangun kematangan emosi anak, kemampuan anak merawat diri kemampuan dasar literasi dan numerasinya, dst.
Akibat terlalu fokus pada kemampuan baca tulis pembinaan kemampuan lain terabaikan.

Tidak hanya itu saja pembinaan terhadap kemampuan literasi dan numerasi pun menjadi kurang efektif karena dibina hanyalah baca tulis hitung saja padahal seharusnya kemampuan literasi dan numerasi jauh lebih luas daripada sekedar baca dan hitung.

Kedua, tes calistung masih diterapkan sebagai bagian dari penerimaan peserta didik baru di SD praktek ini sangatlah tidak berpihak pada hak anak karena faktanya masih banyak anak yang langsung masuk kelas 1 SD tanpa melewati PAUD

(Anak usia PAUD adalah anak dengan umur sampai dengan 8 tahun)

Berdasarkan data Susenas pada tahun 2021 menunjukkan data Angka Kesiapan Sekolah (AKS) masih 74,69% dan jumlah peserta didik SD yang tidak melalui PAUD ini meningkat di masa pandemi Covid-19 yang artinya masih ada sekitar 25% anak yang masuk SD tidak pernah melalui PAUD sama sekali.

Secara filosofis miskonsepsi praktik pembelajaran di lapangan menyalahi hak anak yang diatur oleh undang-undang sistem pendidikan nasional.
Layanan pendidikan dasar merupakan layanan wajib belajar yang artinya merupakan hak setiap anak seharusnya anak berhak mendapat layanan pendidikan dasar tanpa melalui tes apapun.

Paradigma pembelajaran yang tidak berpihak pada anak dapat mengakibatkan hal-hal negatif bagi anak-anak kita.

Pembelajaran yang sangat fokus kepada calistung dapat mengabaikan aspek fondasi lainnya bahkan kebanyakan menerapkan cara drilling (latihan berulang terus-menerus) serta pembelajaran yang menerapkan tes pada anak.

Hal ini memberikan dampak antara lain:
- Anak akan percaya bahwa dirinya tidak pintar saat tidak bisa calistung.
Artinya anak sudah melabel dirinya secara negatif dan bukan merasa yakin bahwa dirinya pasti akan bisa saat ia mau berusaha

- Pembelajaran yang bersifat drilling juga dapat menyebabkan anak memaknai belajar sebagai beban. Bagaimana kita ingin membangun pembelajar sepanjang hayat apabila anak sejak awal sudah melihat belajar sebagai beban? 

- Pembelajaran yang bersifat drilling juga berpotensi membangun kemampuan literasi dan numerasi yang tidak ajeg
Contoh: Anak hanya mampu melakukan penjumlahan apabila mengurutkan bilangan, yang artinya anak sebetulnya hanya hafal saja urutan bilangan namun belum memiliki kesadaran mengenai bilangan itu sendiri.

- Anak mampu membaca namun tidak paham arti kata

- Fokus pada calistung juga mencederai hak anak untuk dibina kemampuannya secara holistik. Anak dapat saja bisa baca tulis hitung namun kemampuan mengelola emosi dan dirinya tidak terasah.
Padahal kemampuan ini sangatlah penting agar anak dapat berperan dengan lebih baik pada jenjang kehidupan selanjutnya.

Jadi apakah tidak boleh mengajarkan calistung untuk anak?
Jawabannya BOLEH BANGET, tetapi metode belajar yang digunakan adalah metode yang berpihak pada anak. Bukan sistem drilling, bukan sistem kebut harus bisa calistung dalam tiga bulan. Metode harus membuat anak gembira dan paham dasar literasi dan numerasi.

Ada tiga fase untuk mengamati perubahan yang perlu terjadi pada tahun ajaran baru.

Pertama, pada fase PPDB setiap sekolah dasar tidak menerapkan tes calistung Artinya tidak ada lagi sekolah dasar yang menerapkan tes baca tulis hitung kepada calon peserta didik sekolah dasar dan menggunakan hasil tersebut sebagai dasar penerimaan anak menjadi peserta didik sekolah tersebut.

Ingatlah bahwa layanan dasar merupakan hak setiap anak. Penerapan tes berarti menghalangi hak anak untuk mendapatkan layanan pendidikan dasarnya.

Kedua, pada fase 2 minggu pertama pada tahun ajaran baru.
Pada fase ini selaras dengan Permendikbud Masa Pengenalan Sekolah, sekolah perlu memberikan waktu baru anak untuk berkenalan dengan sekolah.
Untuk ini Kementerian sudah merancang contoh-contoh kegiatan yang dapat dilakukan pada tiga hari pertama di tahun ajaran baru.

Ketiga, sekolah perlu berkenalan dengan peserta didiknya dengan menerapkan asesment awal menggunakan teknik yang menguatkan sikap belajar positif. Lalu guru menyusun informasi perkembangan anak yang penting diketahui orang tua/wali murid.

Rekomendasi kegiatan yang dapat dilakukan orang tua untuk mempersiapkan anak ke sekolah:

- Membawa anak mengikuti perkenalan sekolah saat pembukaan pendaftaran bagi siswa SD agar anak lebih familiar dengan lingkungan barunya;
- Membantu anak saat akan memulai rutinitas baru;
- Menanyakan kepada anak tentang pengalaman baru baik teman baru, guru baru, serta bagaimana berinteraksi dengan mereka;
- Menceritakan kepada anak tentang kegiatan sehari-hari yang akan terjadi di sekolah, contoh: bermain dengan teman baru, mempunyai pekerjaan rumah, menunjukkan cara mempersiapkan tas sekolah;
- Menyampaikan kepada anak bahwa guru di sekolah adalah pengganti orang tua, sehingga anak bisa bertanya dan meminta bantuan apabila mereka mengalami kesulitan di sekolah.

Saya akan memberikan video sebagai penutup.
Keberhasilan pendidikan Indonesia tidak bisa hanya diwujudkan oleh pemerintah namun peran kita sebagai orang tua akan menjadi sangat penting. Yuk berkolaborasi untuk kemajuan pendidikan Indonesia. ❤️


Sumber: kemdikbud.go.id

#FasilitatorIbuPenggerakSidina
#IbuPenggerak

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Warisan Sejarah yang Kembali Pulang

Benarkah Tingkat Literasi Indonesia Sangat Rendah? Bagaimana Peran Kita sebagai Orang Tua?

Kisah Sedih Seorang Pendongeng