Jago Mengelola Keuangan dengan Literasi Finansial Sejak Dini

Sebagai seorang ibu tentu kita diberikan kepercayaan untuk mengelola keuangan keluarga. Ibu pekerja maupun ibu rumah tangga memiliki tantangan tersendiri untuk mengatur pendapatan dan pengeluaran. 

Jika ternyata pengeluaran lebih besar dari pendapatan ada dua cara yang bisa kita lakukan. 
Cara pertama adalah melakukan penghematan. Kita perlu membuat skala prioritas atas kebutuhan-kebutuhan yang menurut kita urgensinya tinggi, urgensinya sedang, atau urgensinya rendah. Untuk kebutuhan-kebutuhan yang memiliki urgensi rendah, bisa kita hilangkan dari list pengeluaran. 
Cara kedua adalah menambah pendapatan. Selain bekerja, ada cara lain supaya kita mendapatkan tambahan penghasilan, pada umumnya orang-orang menyebutnya pasif income. Pasif income adalah penghasilan tambahan yang diperoleh seseorang di luar penghasilan utama tanpa harus terlibat aktif untuk mendapatkannya.

Kira-kira begitulah pengetahuan umum mengenai pengelolaan keuangan bagi orang dewasa, lantas bagaimana dengan anak-anak? Apakah mereka perlu belajar mengelola keuangan?

Secara umum literasi tidak lagi diartikan sebagai kegiatan baca tulis, tetapi memiliki makna yang lebih luas yang mencakup pemahaman yang baik terhadap berbagai aspek kehidupan. UNESCO mengartikan literasi atau keaksaraan sebagai rangkaian kesatuan dari kemampuan menggunakan kecakapan membaca, menulis, dan berhitung sesuai dengan konteks yang diperoleh dan dikembangkan melalui proses pembelajaran dan penerapan di sekolah, keluarga, masyarakat, dan situasi lainnya yang relevan untuk remaja dan orang dewasa. 

Dalam tiga dekade terakhir, pemahaman tentang cakupan literasi telah berkembang, yang meliputi 
(a) literasi sebagai suatu rangkaian kecakapan membaca, menulis, dan berbicara; kecakapan berhitung; dan kecakapan dalam mengakses dan menggunakan informasi; 
(b) literasi sebagai praktik sosial yang penerapannya dipengaruhi oleh konteks; 
(c) literasi sebagai proses pembelajaran dengan kegiatan membaca dan menulis menjadi medium untuk merenungkan, menyelidik, menanyakan, dan mengkritisi ilmu dan gagasan yang dipelajari; 
(d) literasi sebagai teks yang bervariasi menurut subjek, genre, dan tingkat kompleksitas bahasa.

Lebih lanjut isu keuangan adalah salah satu isu mendasar bagi kehidupan individu dan masyarakat untuk mekanisme kelangsungan hidup. Manusia terlahir sebagai makhluk sosial yang membutuhkan bantuan manusia lain untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup dan bertahan hidup (survive mechanism) sekaligus sebagai konsumen. 

Pola hidup konsumtif yang tidak proporsional yang tidak sesuai dengan kemampuan pendapatan dan kondisi keuangan akan menyebabkan masalah keuangan. Seorang individu membutuhkan pengetahuan dasar keuangan atau secara umum dikenal dengan istilah literasi keuangan atau literasi finansial.

Literasi finansial adalah pengetahuan dan kecakapan untuk mengaplikasikan pemahaman tentang konsep dan risiko, keterampilan agar dapat membuat keputusan yang efektif dalam konteks finansial untuk meningkatkan kesejahteraan finansial, baik individu maupun sosial, dan dapat berpartisipasi dalam lingkungan masyarakat. 

Prinsip Dasar Literasi Finansial
1. Keutuhan (holistik) unsur-unsur literasi finansial bersinergi dengan lima literasi dasar yang lain, dengan kecakapan abad ke-21.
2. Keterpaduan (terintegrasi) dengan kompetensi, kualitas karakter dengan lima literasi dasar lainnya. Keterpaduan dengan berbagai ranah, baik sekolah, keluarga, dan masyarakat.
3. Responsif terhadap kearifan lokal dan ajaran religi yang ada di Indonesia. Berisi muatan yang mempertimbangkan kearifan lokal dan ajaran religi yang sangat beragam di Indonesia.
4. Responsif kesejagatan: mempertimbangkan, tanggap, dan memanfaatkan hal-hal yang berkenaan dengan literasi finansial yang berasal dari mana saja (bersifat universal).
5. Inklusif: merangkul semua pihak dengan terbuka dan setara; membuka kesempatan atau peluang serta kemungkinan-kemungkinan yang berasal dari pihak lain.
6. Partisipatif: melibatkan, mendayagunakan, memanfaatkan berbagai pemangku kepentingan literasi finansial, dan berbagai sumber daya yang dimiliki berbagai pemangku kepentingan.
7. Kesesuaian perkembangan psikologis, sosial, dan budaya: bahan-bahan, program, dan kegiatan literasi finansial selaras dengan perkembangan individu, perkembangan sosial, dan budaya yang
melingkupi atau menaungi individu.
8. Keberlanjutan: seluruh program, kegiatan, dan hasilnya harus berlanjut dan saling menopang.
9. Keakuntabelan semua program, kegiatan, dan hasil literasi finansial harus dapat dipertanggungjawabkan kepada semua pemangku kepentingan literasi serta bisa diakses dan dikaji kembali oleh pihak lain.

Contoh kegiatan yang bisa dilakukan di lingkungan keluarga yang menunjang Literasi Finansial antara lain:


Memperkenalkan kegiatan yang menghasilkan uang kepada anak, misalnya berdagang. Anak dapat diajak membuat resep-resep sederhana seperti membuat puding, minuman kemasan botol, dan mulai menjualnya ketika Market Day di sekolah maupun ketika Car Free Day.


Membiasakan dan memberikan contoh kepada anak bagaimana mengelola uang (uang saku, angpau, dll) dengan mencatat pengeluaran dan pemasukan. Anak bisa dibelikan buku catatan dengan gambar favoritnya agar semangat mencatat perencanaan, pemasukan, maupun pengeluaran.


Diskusi dengan anak tentang keuangan dan mengajak anak berpikir kritis bagaimana menemukan hubungan antara menghasilkan, membelanjakan, menyimpan dan mendonasikan uang.



Memainkan permainan yang berkaitan dengan finansial, misalnya monopoli, bermain kasir dan pembeli dan mengenalkan aplikasi-aplikasi finansial yang tersedia di gawai pada anak


Membiasakan praktek 4 R (reduce, reuse, recycle, recover) kepada seluruh anggota keluarga.

Semangat selalu membersamai anak-anak dalam meningkatkan kemampuan literasi finansial. ❤️


#IbuPenggerak
#FasilitatorIbuPenggerak
#Sidina


Sumber:



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Warisan Sejarah yang Kembali Pulang

Benarkah Tingkat Literasi Indonesia Sangat Rendah? Bagaimana Peran Kita sebagai Orang Tua?

Kisah Sedih Seorang Pendongeng